Sabtu, 06 Februari 2010

Ragam Inteligensi Manusia

Alkisah ada seorang anak laki-laki berusia kurang lebih sepuluh tahunan yang merisaukan kedua orang tuanya. Ia lamban dalam belajar, dan selalu membuat keributan di kelas ketika murid-murid yang lain sedang tekun menyimak pelajaran, yang kemudian diakhiri dengan pengusiran yang memalukan dari kelas; “kehadiran kamu di kelas menggangu dan berdampak buruk bagi murid-murid lain”.

Beberapa tahun kemudian, si anak itu mengenang kembali kesulitan-kesulitan belajarnya itu, secara filosofis ia mengatakan: “Perkembangan intelektualku lambat, akibatnya aku mulai berminat terhadap ruang dan waktu ketika aku dewasa. Secara alamiah, aku dapat mendalami masalah itu lebih dalam dari seorang anak”. Dan kurang lebih 11 tahun setelah diusir dari sekolah, Albert Einstein muda mempublikasikan teorinya tentang relativitas yang mengubah pemahaman kita tentang jagat raya.

Pada abad ke-20, tidak ada yang lebih terkenal sebagai seorang jenius dibanding Einstein. Namun masalah-masalah perkembangan intelektual pada masa kecil dan bakat khususnya melahirkan berbagai perdebatan mengenai gagasan lama kita tentang cerdas, inteligensi atau “IQ”. Dalam satu sisi, Einstein menggambarkan gangguan-gangguan kemampuan di masa kecilnya menurut ukuran test mental kita; pada sisi lain, kemampuan khusus intelektualnya jauh melebihi definisi inteligensi secara umum. Selain itu, perkembangan kemampuan-kemampuan itu timbul secara bertahap, yang bertentangan dengan konsep inteligensi yang populer bahwa kecerdasan adalah sesuatu yang bersifat “bawaan” dan terberi.

Kemampuan-kemampuan dasar yang telah dipelajarinya disamping yang dibawa sejak lahir–khususnya persistensinya yang teguh dan kecakapannya dalam bermain-main dengan gagasan–bagi kejeniusannya nampak sama pentingnya dengan segi ketajaman inteleknya. Aspek-aspek inteligensi yang sangat kuat yang diabaikan dalam difinisi konvensional itu mendapat perhatian lebih, dalam suatu gelombang penelitian baru. Gelombang penelitian ini muncul setelah beberapa tahun penelitian sebelumnya menyingkap tentang sempitnya pengukuran kemampuan-kemampuan dasar yang biasa dipakai. Ini terbukti bahwa inteligensi terdiri dari beberapa dimensi, dan mengagumkan; hal ini termasuk karakter kepribadian, ketrampilan kreatif, dan kecakapan-kecakapan intelek yang tidak bisa diungkapkan melalui test. Kemampuan-kemampuan ini muncul dari penelitian terhadap empat faktor utama;

  1. Intellectual Quotient; Penelitian-penelitian berkala menunjukan bahwa skor IQ seseorang mungkin sangat beragam dalam seluruh jenjang kehidupannya, dan nilai IQ, sebagai peramal kesuksesan di sekolah sangatlah dilebih-lebihkan. IQ hanya dapat mengukur kurang lebih 30% variasi penampilan akademis seorang siswa. Lebih dari setengahnya masih tetap tidak terjelaskan. Selain dari itu, berbagai penelitian membuktikan bahwa kesuksesan di sekolah adalah alat ukur yang sangat lemah terhadap kesuksesan kehidupan selanjutnya. Penelitian terbaru juga menunjukan; kemampuan nalar–salah satu aspek inteligensi yang diukur dalam test IQ–dapat diajarkan untuk menolong siswa agar lebih baik di sekolah. Sebagai contoh, program-program pelatihan anak pra sekolah telah membantu meningkatkan kemampuan belajar anak-anak terlantar. Psikolog Arthur dan Linda Shaw Whimbey menegaskan, tiap orang sehat mampu mempelajari kemampuan-kemampuan berpikir abstrak.
  2. Kreativitas; Skor IQ, yang merefleksikan kemampuan menjawab dengan satu jawaban yang tepat melalui langkah-langkah logis, hanya mengukur kurang lebih setengah lusin variabel kemampuan mental. : “Test Kreativitas”, yang mencakup kemampuan beradaptasi dalam menemukan berbagai pemecahan terhadap suatu masalah, bisa jadi dapat mengukur satu lusin lebih. Diantara keduanya, kurang lebih hanya satu perenam kemampuan khusus yang diyakini termasuk dalam aspek inteligensi yang tereksplorasi. Kreativitas adalah aspek lain dari inteligensi, test ini saja hampir sama sempitnya dengan test IQ.
  3. Kepribadian; Individu-individu unggul dalam beberapa kegiatan intelektual karena kepintaran semata, juga biasanya unggul karena dorongan kepribadian mereka. Dulu, definisi sempit mengenai inteligensi biasanya tidak mencakup aspek kepribadian. Sekarang, para ilmuwan yang meneliti orang-orang yang telah memperlihatkan keberhasilan inteligensi mereka yang luar biasa, menemukan bahwa mereka dalam kepribadiannya berbeda dengan orang biasa. Disamping rasa ingin tahu, persisten dan kapasitas untuk kritis terhadap diri sendiri. Orang yang mempunyai kreativitas tinggi biasanya juga menunjukan jiwa keterbukaan, independen, imajinatif serta penuh rasa humor.
  4. Struktur Otak dan Unsur Kimiawi; Perkembangan dalam pengetahuan fisiologi otak mungkin dapat membantu kita memahami beberapa diantara lusinan kemampuan intelektual lain kita yang tidak terukur oleh test IQ, kepribadian, atau test kreativitas. Sebagai contoh, perhatian–yang begitu mendasar dalam mengarahkan usaha intelek–kebanyakan dibangun oleh bagian-bagian otak yang lebih primitif yang juga mengontrol emosi. Dan hubungan antara keterlibatan emosional pada subyek dengan kemampuannya untuk memahami, muncul menjadi sistem ganjaran (reward system) kimiawi yang terletak pada otak, dimana emosi memberi ganjaran kepada “pusat perhatian” atas pekerjaan yang telah dilakukannya dengan baik–dengan menciptakan rasa puas dan nyaman.

Implikasi empat bidang penelitian yang luas tersebut cukup serius. Dengan hanya berkonsentrasi pada test IQ saja, sekolah-sekolah sering mengabaikan siswa-siswa yang kelebihan-kelebihannya terletak pada kemampuan-kemampuan mental lain. Sebagaimana pencetus bidang test kemampuan, Paul Torrance mengungkapkan; “Jika kita menentukan anak (yang pintar) hanya berdasarkan test inteligensi saja, maka kita telah menelantarkan kurang lebih 70 persen orang-orang paling kreatif”. Maksudnya adalah, kebanyakan kita unggul dalam dimensi kemampuan mental. Beberapa orang lebih baik dari yang lain dalam pemecahan masalah, yang lainnya unggul dalam orisinalitas, sedangkan yang lain sukses dalam tugas-tugas mental yang membutuhkan ketekunan. Karakter-karakter tersebut merupakan komponen-komponen kunci inteligensi manusia.

Inteligensi Dapat Dikembangkan

Diperlukan usaha untuk mengembangkan inteligesi kita. Langkah pertama adalah memanfaatkan bentuk kecakapan yang telah kita miliki sekaligus mencoba meningkatkan kecakapan-kecakapan lain. Sering hal ini melibatkan suatu perubahan kebiasaan berpikir dan melihat dunia di sekeliling kita dengan suatu cara yang baru. Untuk memahami proses-proses tersebut dengan lebih baik, mari kita melihat beberapa metode yang digunakan orang-orang terhormat karena inteligensinya. Mereka mengadopsi kebiasaan-kebiasaan berpikir positif. Mereka terbuka terhadap masalah-masalah yang menantang dan mencoba belajar dari setiap situasi baru, dengan cara :

  • Terapkan suatu pendekatan yang sistematis dalam pemecahan masalah. Satu di antara prilaku-prilaku yang paling umum dari siswa yang mempunyai nilai buruk dalam test IQ adalah perasaan impulsif, yang mengarahkan mereka menerka suatu jawaban tanpa sama sekali memikirkan masalahnya secara mendalam. Lakukan pemecahan masalah dengan mengurainya ke dalam beberapa langkah.
  • Kuasailah berbagai kemampuan membaca. Elemen-elemen penting dalam kebanyakan test IQ, melibatkan kemampuan untuk mengidentifikasi hubungan antara kata-kata, suatu kemampuan yang dapat dikuasai hanya melalui banyak membaca–dengan memberikan perhatian khusus pada kata-kata asing dan cara penggunaannya. Seseorang yang berpengalaman dalam menambahkan kata-kata baru yang sulit dalam kosa katanya atau gagasan logis baru pada pemahamannya, dan kemudian menyadari bahwa hal tersebut berguna dalam menganalisa dan mendiskriminasi serta memecahkan masalah, tahu kepuasan yang dihasilkan perkembangan kemampuan mentalnya tersebut.
  • Kembangkan suatu lingkungan berpikir untukAnda dan anak Anda. Penelitian terhadap orang-orang produktif menunjukan bahwa mereka terdorong untuk mempertunjukan gagasan-gagasan orisinal, tanpa rasa takut atau ragu; dimanapun, bahkan di sebuah lingkungan yang melakukan penolakan langsung akan gagasan-gagasan baru.

Nampaknya boleh jadi, subyek-subyek atau aktivitas-aktivitas mental tertentu–seperti logika, atau matematik, atau puisi–akan lebih banyak melatih kemampuan berpikir rasional dibanding aktivitas-aktivitas lain (seperti menonton sinetron di televisi). Lingkungan berpikir bukan hanya penuh dengan dukungan, namun juga bebas dari pengalihan perhatian. Kesuksesan intelektual adalah kesadaran bahwa tidak ada satu prilaku atau kemampuan yang memadai. IQ tinggi akan hilang, jika tidak didukung oleh ketekunan dan kesungguhan. Imajinasi dan keterbukaan terhadap gagasan-gagasan baru–yang kebanyakan orang menyebutnya akal sehat–dapat lebih memberikan kontribusi sebanyak yang diberikan IQ pada kesuksesan Anda.
(HUH Blog’s - 30/09/09)

Materi Tulisan : Bertrand Russell, et al.

Editor Ahli : Prof. Dr. Soemarno Markam - Guru Besar Fakultas Kedokteran UI dan Ahli Neurologi RSCM, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar